Jumat, 02 Desember 2016

[Praktikum beton pekan ke -2] Kelompok 3 – Perencanaan Campuran Beton - Alya Rismayanti

Pada praktikum ke 2, kami mulai melakukan perhitungan perencanaan campuran beton sekaligus melakukan pengecoran beton sesuai perhitungan yang telah kami lakukan.

Beton yang diminta adalah beton dengan jenis konstruksi dinding dan balok tipe K-175 dengan pengerjaan tanpa penambahan udara dalam kondisi laboratorium yang kurang baik. 

Prosedur Perencanaan Campuran Beton

Tahap 1: Pemilihan angka slump
Jika nilai slump tidak ditentukan dalam spesifikasi, maka nilai slump dapat dipilih dari tabel 4.1. untuk berbagai jenis pengerjaan konstruksi.



Tahap 2: Pemilihan ukuran maksimum agregat kasar
Untuk volume agregat yang sama, penggunaan agregat dengan gradasi yang baik dan dengan ukuran maksimum yang besar akan menghasilkan rongga yang lebih sedikit daripada penggunaan agregat dengan ukuran maksimum agregat yang lebih kecil. Hal ini akan menyebabkan penurunan kebutuhan mortar dalam setiap volume satuan beton.
Dasar pemilihan ukuran maksimum agregat biasanya dikaitkan dengan dimensi struktur. Sebagai contoh, ukuran maksimum agregat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:


Dimana,
D      = ukuran maksimum agregat
d       = lebar terkecil di antara 2 tepi bekisting
h       = tebal pelat lantai
s        = jarak bersih antara tulangan
c       = tebal bersih selimut beton

Tahap 3: Estimasi kebutuhan air pencampur dan kandungan udara
Jumlah air pencampur persatuan volume beton yang dibutuhkan untuk menghasilkan nilai slump tertentu sangat bergantung pada ukuran maksimum agregat, bentuk, serta gradasi agregat dan juga pada jumlah kebutuhan kandungan udara pada campuran.
Jumlah air yang dibutuhkan tersebut tidak banyak berpengaruh oleh jumlah kandungan semen dalam campuran. Tabel berikut memperlihatkan informasi mengenai kebutuhan air pencampur untuk berbagai nilai slump dan ukuran maksimum agregat.




Tahap 4: Pemilihan nilai perbandingan air semen
Untuk rasio air semen yang sama, kuat tekan beton dipengaruhi oleh jenis agregat dan semen yang digunakan. Oleh karena itu, hubungan rasio air semen dan kekuatan beton yang dihasilkan seharusnya dikembangkan berdasarkan material yang sebenarnya yang digunakan dalam pencampuran. Terlepas dari hal di atas, tabel berikut bisa dijadikan pegangan dalam pemilihan nilai perbandingan air semen.


Nilai kuat tekan beton yang digunakan pada tabel diatas adalah nilai kuat tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, yaitu:

                                                                    fm = fc’ + 1,64 Sd

dimana,
fm     : nilai kuat tekan beton rata-rata
fc      : nilai kuat tekan karakteristik (yang disyaratkan)
Sd     : standar deviasi (dapat diambil berdasarkan tabel di bawah ini)


Harga rasio air semen tersebut biasanya dibatasi oleh harga maksimum yang diperbolehkan untuk kondisi exposure (lingkungan) tertentu. Sebagai contoh, untuk struktur yang berada di lingkungan laut harga rasio air semen biasanya dibatasi maksimum 0,40 – 0,45.

Tahap 5: Perhitungan kandungan semen
Berat semen yang dibutuhkan adalah sama dengan jumlah berat air pencampur (tahap 3) dibagi dengan rasio air semen (tahap 4).

Tahap 6: Estimasi kandungan agregat kasar
Rancangan campuran beton yang ekonomis bisa didapat dengan menggunakan semaksimal mungkin volume agregat kasar atas dasar berat isi kering (dry rodded unit weight) per satuan volume beton. Data eksperimen menunjukkan bahwa semakin halus pasir dan semakin besar ukuran maksimum partikel agregat kasar, semakin banyak volume agregat kasar yang dapat dicampurkan untuk menghasilkan campuran beton dengan kelecakan yang baik.
Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa pada derajat kelecakan tertentu (slump = 75 – 100 mm), volume agregat kasar yang dibutuhkan per satuan volume beton adalah fungsi daripada ukuran maksimum agregat kasar dan modulus kehalusan agregat halus.
Berdasarkan tabel 4.5, volume agregat kasar (dalam satuan m3) per 1 m3 beton adalah sama dengan fraksi volume yang di dapat dari tabel 4.4. Volume ini kemudian dikonversikan menjadi berat kering agregat kasar dengan mengalikannya dengan berat isi kering dari agregat yang dimaksud (dry rodded unit weight).
Untuk campuran dengan nilai slump selain 75 – 100 mm, volume agregat kasar dapat diperoleh dengan mengoreksi nilai yang ada pada tabel 4.5 dengan angka koreksi yang ada pada tabel 4.6.



Tahap 7: Estimasi kandungan agregat halus
Setelah menyelesaikan tahap 6, semua bahan pembentuk beton yang dibutuhkan telah diestimasi kecuali agregat halus. Jumlah pasir yang dibutuhkan dapat dihitung dengan dua cara, yaitu:
  1. Cara perhitungan berat (weight method)
  2. Cara perhitungan volume absolut (absolut volume method)
Volume agg. halus = 1- vol. udara - vol. air - vol. agg. kasar - vol. semen
Massa aggregat halus = volume agregat halus x specific gravity kondisi SSD 

Tahap 8: Koreksi kandungan air pada agregat
Pada umumnya, stok agregat di lapangan berada dalam kondisi basah (kondisi lapangan) tetapi tidak dalam kondisi jenuh dan kering permukaan (SSD).
Tanpa adanya koreksi kadar air, harga rasio air semen yang diperoleh bisa jadi lebih besar atau bahkan lebih kecil dari harga yang telah ditentukan berdasarkan tahap 4 dan berat SSD agregat (kondisi jenuh dan kering permukaan) menjadi lebih kecil atau lebih besar dari harga estimasi pada tahap 6 dan 7.
Urutan rancangan beton dari tahap 1 sampai tahap 7 dilakukan berdasarkan kondisi agregat yang SSD. Oleh karena itu, untuk trial mix air pencampur yang dibutuhkan dalam campuran bisa diperbesar atau diperkecil tergantung dengan kandungan air bebas pada agregat. Sebaliknya, untuk mengimbangi perubahan air tersebut, jumlah agregat harus diperkecil atau diperbesar.

Tahap 9: Trial Mix
Karena banyaknya asumsi yang digunakan dalam mendapatkan proporsi campuran beton di atas, maka perlu dilakukan trial mix skala kecil di laboratorium. Hal – hal yang perlu diuji dalam trial mix ini:
Nilai Slump
Kelecakan (workability)
Kandungan udara
Kekuatan pada umur – umur tertentu

Setelah melakukan prosedur diatas, didapatlah nilai komposisi untuk masing-masing material campuran beton seperti yang tertera di bawah ini:







Namun dalam pelaksanaan mix design, terdapat perbedaan data antara kelompok 1, 2, dan 3 sehingga data yang penulis gunakan dalam pencampuran mix design di lapangan merupakan rata-rata dari data ketiga kelompok tersebut. Komposisi asli yang digunakan di lapangan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
No.
Bahan
Jumlah
1
Semen
10,526 kg
2
Air
6,130 kg
3
Agregat kasar kondisi lapangan
26,306 kg
4
Agregat halus kondisi lapangan
30,585 kg

Berikut dokumentasi saat pembuatan beton:

Prosedur Pelaksanaan :
  1. Mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan seperti menyaring agregat halus dan kasar agar siap digunakan.
  2. Timbang bahan-bahan yang diperlukan sesuai dengan jumlah yang telah dihitung.
  3. Oleskan oli pada dindin beisting yang akan digunakan untuk mencetak beton 
  4. Setelah selesai, bahan bahan tersebut akan diaduk dengan mesin molen. bahan yang dimasukkan pertama adalah agregat kasar, agregat halus, dan semen. setelah diaduk beberapa lama, masukkan air dan aduk hingga rata.
  5. Setelah campuran beton segar rata lakukan uji slump untuk menentukan apakah betton tersebut sesuai dengan standar atau tidak.
  6. Jika sesuai standar beton segar dimasukkan kedalam bekisting sambil padatkan dengan cara digetarkan dengan vibrator.
  7. setelah satu hari, beton dilepaskan dari bekisting dan dimasukkan kedalam bak perawatan.

Pengambilan bahan-bahan yang dibutuhkan (agregat halus, agregat kasar, semen, dan air)


Memasukkan bahan-bahan ke dalam mesin pengaduk


Melakukan slump test terhadap adonan beton


Proses bekisting setelah adonan beton jadi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar