Minggu, 27 November 2016

Proses Pembuatan Semen


Secara umum proses produksi semen terdiri dari beberapa tahapan :
  • Tahap penambangan bahan mentah (quarry). Bahan dasar semen adalah batu kapur, tanah liat, pasir besi dan pasir silica. Bahan-bahan ini ditambang dengan menggunakan alat-alat berat kemudian dikirim ke pabrik semen.
  • Bahan mentah ini diteliti di laboratorium, kemudian dicampur dengan proporsi yang tepat dan dimulai tahap penggilingan awal bahan mentah dengan mesin penghancur sehingga berbentuk serbuk.
  • Bahan kemudian dipanaskan di preheater
  • Pemanasan dilanjutkan di dalam kiln sehingga bereaksi membentuk kristal klinker
  • Kristal klinker ini kemudian didinginkan di cooler dengan bantuan angin. Panas dari proses pendinginan ini di alirkan lagi ke preheater untuk menghemat energi
  • Klinker ini kemudian dihaluskan lagi dalam tabung yang berputar yang bersisi bola-bola baja sehingga menjadi serbuk semen yang halus.
  • Klinker yang telah halus ini disimpan dalam silo (tempat penampungan semen mirip tangki minyak pertamina)
  • Dari silo  ini semen dipak dan dijual ke konsumen.



Sumber:
http://www.semenpadang.co.id/?mod=profil&kat=&id=4 diakses tanggal 27 November 2016

Beton Bertulang


DEFINISI BETON BERTULANG
Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulanganyang tidak kurang dari nilai minimum yang di syaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua bahan tersebut bekerja sama dalam memikul gaya-gaya.
(SNI 03- 2847 – 2002, Pasal 3.13 )
Sifat utama dari baja tulangan, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik maupun beban tekan. Karena baja tulangan harganya mahal, maka sedapat mungkin dihindari penggunaan baja tulangan untuk memikul beban tekan. 
Dari sifat utama tersebut dapat dilihat bahwa tiap-tiap bahan mempunyai kelebihan dan kekurangan, maka jika kedua bahan (beton dan baja tulangan) dipadukan menjadi satu kesatuan secara komposit, akan diperoleh bahan baru yang disebut beton bertulang. Beton bertulang ini mempunyai sifat sesuai dengan sifat bahan penyusunnya, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik maupun beban tekan. Beban tarik pada beton bertulang ditahan oleh baja tulangan, sedangkan beban tekan cukup ditahan oleh beton. Beton juga tahan terhadap kebakaran dan melindungi baja supaya awet.

SIFAT MEKANIS BETON BERTULANG
Sifat-sifat mekanis beton keras dapat diklasifikasikan sebagai
        1.      Sifat jangka pendek, seperti kuat tekan, tarik, dan geser, serta modulus elastisitas
        2.      Sifat jangka panjang, seperti rangkak dan susut.


KELEBIHAN BETON BERTULANG
  • Kuat tekan beton bertulang relatif lebih tinggi dari bahan lain konstruksi lain.
  • Memiliki ketahanan yang tinggi terhadap api dan air. Tidak berkarat karena air dan pada kasus kebakaran dengan intensitas rata-rata, struktur dengan ketebalan penutup beton tertentu hanya mengalami kerusakan pada permukaannya saja.
  • Struktur beton bertulang sangat kokoh.
  • Biaya pemeliharaan beton bertulang hampir sangat rendah
  • Durabilitas yang tinggi. Beton bertulang lebih awet dan tahan lama dibandingkan dengan bahan lain. Normalnya sebuah struktur beton bertulang dapat digunakan sampai jangka waktu yang sangat lama dengan tidak kehilangan kemampuan menahan bebannya. Hal tersebut karena hukum kimia proses pemadatan semen yang semakin lama akan semakin membatu.
  • Untuk bahan pondasi tapak, dinding basement, tiang tumpuan jembatan, dan semacamnya, beton bertulanglah pilihan paling hemat biaya.
  • Beton bertulang bisa dibuat dalam banyak bentuk untuk beragam fungsi dan kegunaan, seperti bentuk pelat, balok. dari bentuk sederhana seperti kolom hingga berbentuk atap kubah yang rumit.
  • Material beton bertulang bisa dibuat dari bahan-bahan lokal yang murah seperti pasir, kerikil, dan air dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan tulangan baja.
  • Dibanding struktur baja, pembuatan dan instalasi konstruksi beton bertulang lebih mudah dan cukup dengan tenaga berkeahlian rendah.


KELEMAHAN BETON BERTULANG
  • Kuat tarik yang sangat rendah karenanya diperlukan penggunaan tulangan tarik.
  • Waktu pengerjaan beton bertulang lebih lama.
  • Kualitas beton bertulang variatif bergantung pada kualifikasi para pembuatnya
  • Dibutuhkan bekisting penahan pada saat pengecoran beton agar tetap di tempatnya sampai beton tersebut mengeras. Berat beton sendiri sangat besar (2,4 t/m3), sehingga konstruksi harus memiliki penampang yang besar.
  • Diperlukannya penopang sementara untuk menjaga agar bekisting tetap berada pada tempatnya sampai beton mengeras dan cukup kuat untuk menahan beratnya sendiri.
  • Biaya bekisting reltif mahal hingga sepertiga atau dua pertiga dari total biaya sebuah struktur beton.
  • Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan beton bertulang menjadi berat. Ini akan sangat berpengaruh pada struktur-struktur bentang-panjang dimana berat beban mati beton yang besar akan sangat mempengaruhi momen lentur.
  • Bervariasinya sifat-sifat beton dan proporsi-campuran serta pengadukannya.
  • Proses penuangan dan perawatan beton tidak bisa kontrol dengan ketepatan maksimal, berbeda dengan proses produksi material struktur lain



Sumber:
https://www.academia.edu/10290688/DEFINISI_BETON_DAN_BETON_BERTULANG
http://nikifour.co.id/kelebihan-dan-kekurangan-struktur-beton-bertulang/
Diakses tanggal 27 November 2016


Teknologi Material Komposit

Pengertian Material Komposit (komposit)
Komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu sifat kimia maupun fisikanya dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut (bahan komposit). Dengan adanya perbedaan dari material penyusunnya maka komposit antar material harus berikatan dengan kuat, sehingga perlu adanya penambahan wetting agent. Beberapa definisi komposit sebagai berikut
  • Tingkat dasar : pada molekul tunggal dan kisi kristal, bila material yang disusun dari dua atom atau lebih disebut komposit (contoh senyawa, paduan, polymer dan keramik)
  • Mikrostruktur : pada kristal, phase dan senyawa, bila material disusun dari dua phase atau senyawa atau lebih disebut komposit (contoh paduan Fe dan C)
  • Makrostruktur : material yang disusun dari campuran dua atau lebih penyusun makro yang berbeda dalam bentuk dan/atau komposisi dan tidak larut satu dengan yang lain disebut material komposit (definisi secara makro ini yang biasa dipakai)


Tujuan pembuatan material komposit
·       Berikut ini adalah tujuan dari dibentuknya komposit, yaitu sebagai berikut :
  •         Memperbaiki sifat mekanik dan/atau sifat spesifik tertentu
  •         Mempermudah design yang sulit pada manufaktur
  •         Keleluasaan dalam bentuk/design yang dapat menghemat biaya
  •         Menjadikan bahan lebih ringan

Penyusun Komposit
Komposit pada umumnya terdiri dari 2 fasa:
1.  Matriks
Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan). Matriks mempunyai fungsi sebagai berikut :
·         Mentransfer tegangan ke serat.
·         Membentuk ikatan koheren, permukaan matrik/serat.
·         Melindungi serat.
·         Memisahkan serat.
·         Melepas ikatan.
·         Tetap stabil setelah proses manufaktur.


      2.  Reinforcement atau Filler atau Fiber
Salah satu bagian utama dari komposit adalah reinforcement (penguat) yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit.


Adanya dua penyusun komposit atau lebih menimbulkan beberapa daerah dan istilah penyebutannya; Matrik (penyusun dengan fraksi volume terbesar), Penguat (Penahan beban utama), Interphase (pelekat antar dua penyusun), interface (permukaan phase yang berbatasan dengan phase lain).


Secara strukturmikro material komposit tidak merubah material pembentuknya (dalam orde kristalin) tetapi secara keseluruhan material komposit berbeda dengan material pembentuknya karena terjadi ikatan antar permukaan antara matriks dan filler. Syarat terbentuknya komposit: adanya ikatan permukaan antara matriks dan filler. Ikatan antar permukaan ini terjadi karena adanya gaya adhesi dan kohesi.
Dalam material komposit gaya adhesi-kohesi terjadi melalui 3 cara utama:
Interlocking antar permukaan → ikatan yang terjadi karena kekasaran bentuk permukaan partikel.
·     Gaya elektrostatis → ikatan yang terjadi karena adanya gaya tarik-menarik antara atom yang bermuatan (ion).
·     Gaya vanderwalls → ikatan yang terjadi karena adanya pengutupan antar partikel.
Kualitas ikatan antara matriks dan filler dipengaruhi oleh beberapa variabel
antara lain:
·         Ukuran partikel
·         Rapat jenis bahan yang digunakan
·         Fraksi volume material
·         Komposisi material
·         Bentuk partikel
·         Kecepatan dan waktu pencampuran
·         Penekanan (kompaksi)
·         Pemanasan (sintering)

Properties Komposit
Sifat maupun Karakteristik dari komposit ditentukan oleh:
·      Material yang menjadi penyusun komposit
Karakteristik komposit ditentukan berdasarkan karakteristik material penyusun menurut rule of mixture sehingga akan berbanding secara proporsional.
·      Bentuk dan penyusunan struktural dari penyusun
Bentuk dan cara penyusunan komposit akan mempengaruhi karakteristik komposit.
·      Interaksi antar penyusun
Bila terjadi interaksi antar penyusun akan meningkatkan sifat dari komposit.

Klasifikasi komposit
Berdasarkan matrik, komposit dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok
besar yaitu:
1.      Komposit matrik polimer (KMP), polimer sebagai matrik
2.      Komposit matrik logam (KML), logam sebagi matrik
3.      Komposit matrik keramik (KMK), keramik sebagai matriks

Sumber:
http://nurun.lecturer.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/sites/7/2013/03/Material-Komposit.pdf
diakses tanggal 27 November 2016

Steel Making Process

bijih besi banyak ditemukan dalam bentuk senyawa besi-oksida dan memiliki berbagai macam warna mulai dari abu, kuning, ungu, hingga merah. Bijih besi yang dimaksud itu sendiri diantaranya adalah pyrite (FeS2), Magnetite (Fe3O4), dan Hematite (Fe2O3). Hematit adalah bijih besi yang paling banyak dimanfaatkan karena kadar besinya tinggi, mencapai 66%, dan kadar kotorannya relatif rendah. Pada tahap selanjutnya hematit ini akan dimasukkan ke dalam blast furnace, yaitu tungku besar yang berfungsi melebur biji besi pada tahap awal.

BLAST FURNACE

Hematit akan dimasukkan ke dalam blast furnace, disertai denganbeberapa bahan lainnya seperti kokas (coke), batu kapur(limestone), dan udara panas. Bahan baku yang terdiri dari campuran biji besi, kokas, dan batu kapur, dinaikkan ke puncakblast furnace yang tingginya bisa mencapai 60 meter.
Setelah bahan-bahan dimasukkan ke dalam blast furnace, lalu udara panas dialirkan dari dasar tungku dan menyebabkan kokas terbakar sehingga nantinya akan membentuk karbon monoksida (CO). Reaksi reduksi pun terjadi, yaitu sebagai berikut :
Fe2O3 + 3CO → 2Fe + 3CO2
Maka didapatlah besi (Fe) yang kita inginkan. Namun besi tersebut masih mengandung karbon yang cukup banyak yaitu 3% – 4,5%, padahal besi yang paling banyak digunakan saat ini adalah yang berkadar karbon kurang dari 1% saja. Besi yang mengandung karbon dengan kadar >4% biasa disebut pig iron.
Batu kapur digunakan sebagai fluks yang mengikat kotoran-kotoran yang terdapat dalam bijih besi.
Berikut merupakan gambaran asli blast furnace :

Perlu diperhatikan bahwa bijih besi yang akan dimasukkan ke dalam blast furnaceharuslah digumpalkan terlebih dahulu. Hal tersebut berguna agar aliran udara panas bisa dengan mudah bergerak melewati celan-celah biji besi dan tentunya akan mempercepat proses reduksi.
Selain dengan cara blast furnace seperti di atas, pembuatan besi kasar (pig iron) dapat pula dilakukan dengan metode reduksi langsung (direct reduction).

Reduksi Langsung (Direct Reduction)
Di dalam proses reduksi langsung ini, bijih besi direaksikan dengan gas alam sehingga terbentuklah butiran besi yang dinamakan besi spons. Besi spons kemudian diolah lebih lanjut di dalam sebuah tungku yang bernama dapur listrik (Electric Arc Furnace). Di sini besi spons akan dicampur dengan besi tua (scrap), dan paduan fero untuk diubah menjadi batangan baja, biasa disebut billet.
Proses reduksi langsung ini salah satunya dipakai oleh P.T. Karakatau Steel. Fungsi dari gas alam itu sendiri sebenarnya adakalah sebagai gas reduktor, dimana gas alam mengandung CO dan H2, yang dapat bereaksi dengan bijih menghasilkan besi murni (Fe).
Keuntungan dari proses reduksi langsung ketimbang blast furnace adalah :
  1. Besi spons memiliki kandungan besi lebih tinggi ketimbang pig iron, hasil blast furnace.
  2. Zat reduktor menggunakan gas (CO atau H2) yang terkandung dalam gas alam, sehingga tidak diperlukan kokas yang harganya cukup mahal.
Pengolahan Besi Kasar
Besi kasar (pig iron) yang dihasilkan melalui blast furnace atau reduksi langsung perlu pengolahan yang lebih lanjut. Pengolahan tersebut ditujukan untuk mengurangi kadar karbon yang terkandung dalam besi dengan mengontrol oksidasi. Di dalam istilah asing kita menyebut proses ini dengan Steelmaking Processes.
Ada dua prinsip dalam steelmaking processes, yaitu:
  1. Basic-Oxygen Furnace
  2. Electric-arc Furnace
Inti dari steelmaking processes ini adalah pemurnian besi kasar diiringi dengan perpaduan besi dengan berbagai unsur lainnya demi mendapatkan suatu sifat yang diinginkan.
logam cair yang telah dipanaskan dengan suhu yang cukup tinggi +/- 1600 C dapat menyerap gas yang berasal dari uap-uap hasil proses produksi sebelumnya. Laju oksida logam ini berbanding lurus dengan suhu pemanasannya. Oleh karena itu pengaturan suhu harus dilakukan secara hati-hati.

PROSES PENGECORAN
Proses pengecoran logam adalah membentuk suatu benda logam dengan cara menuangkan logam cari ke dalam suatu cetakan. Cetakan tersebut dapat dibuat dari pasir, keramik, atau logam.
Dalam memilih suatu teknik pengecoran kita harus melihat produk seperti apa yang ingin kita hasilkan, bagaimana beban kerjanya, apakah produk tersebut merupakan mass product, dan pertimbangan harga jualnya. Semua itu demi menjamin keefektifan dari pengecoran yang kita buat.
Cetakan pasir memiliki kelebihan dari proses pembuatan cetakan yang relatif lebih mudah dan murah, namun menimbulkan beberapa resiko seperti masuknya butiran-butiran pasir ke dalam campuran baja cair yang tentunya akan menyebabkan kerugian dalam hal properties produknya. Kerugian lainnya dari pengecoran dengan cetakan pasir (sand casting) adalah cetakannya yang bersifat sekali pakai, jadi setelah selesai digunakan untuk mengecor maka cetakan tersebut harus dihancurkan, tak dapat digunakan kembali. Walaupun begitu proses ini masih tergolong murah mengingat harga pasir silika, sebagai bahan cetakan, tidak terlalu tinggi. Pengecoran dengan cetakan pasir juga memerlukan riser yang merupakan cadangan bagi logam cair saat terjadi pendinginan. Riser ini akan dibuang pada akhir proses, hal tersebut membuat pengecoran dengan cetakan pasir menjadi kurang efisien sebab harus ada logam yang terbuang.


Cetakan pasir tentunya tak cocok digunakan untuk membuat mass product yang sangat banyak karena hanya bisa digunakan sekali. Oleh karena itu digunakanlah cetakan permanen yang menggunakan logam tahan suhu tinggi (heat resisting metals) sebagai bahan cetakannya.
 Pengecoran dengan cetakan permanen dapat pula dilakukan sambil memberi gaya tekan pada logam cair sehingga proses ini biasa disebut proses cetak-tekan. Hasil dari proses cetak tekan ini memiliki beberapa kelebihan dibanding pengecoran dengan cetakan pasir yaitu produk memiliki densitas lebih besar serta terhindar dari kemungkinan masuknya pengotor ke dalam logam cair. Contoh produk hasil dari pengecoran cetak menggunakan rangka logam adalah piston kendaraan bermotor, dan front fork untuk suspensi sepeda motor.
Jenis pengecoran lainnya adalah pengecoran presisi. Produk yang dihasilkan memiliki toleransi dimensi yang sangat ketat, permukaan yang halus, dan biasanya bentuk yang rumit. Proses ini memerlukan biaya yang cukup mahal, terbatas hanya pada benda-benda berukuran kecil, dan tingkat kesulitannya tinggi. Contoh dari pengecoran presisi adalah lost wax casting (investment casting). Contoh produk dari proses ini adalah turbine blade untuk mesin pesawat terbang.

Pembentukan Logam Tanpa Pencairan
Baja cair (ingot) yang telah dingin akan sulit dibentuk menjadi batang, lembaran, ataupun profil, Ingot yang panas jauh lebih mudah dibentuk. Perubahan bentuk logam dalam proses ini terjadi karena adanya deformasi plastis pada material sebagai akibat bekerjanya gaya pembentukan melalui perkakas bentuk (tools). Jenis proses ini ada dua, yaitu pengerjaan panas logam, dan pengerjaan dingin logam.

Pengerjaan Panas Logam
Adalah proses merubah bentuk logam tanpa terjadi pencairan (T proses : T cair > 0,5), volume benda kerja tetap dan tak adanya geram (besi halus sisa proses).
Keuntungan dari pengerjaan panas logam adalah :
  1. Porositas dalam logam dapat dikurangi. Batangan hasil cor biasanya memiliki banyak lubang berisi udara. Lubang tersebut akan tertekan dan hilang akibat gaya kerja yang tinggi.
  2. Sifat fisis logam akan meningkat, diakibatkan adanya penghalusan butir logam.
  3. jumlah energi untuk menghasilkan kerja dalam mengubah bentuk baja lebih sedikit ketimbang proses pembentukan dingin.
Sedangkan kerugian dari proses panas ini adalah pada suhu tinggi terjadi oksidasi dan pembentukan kerak pada permukaan logam sehingga penyelesaian pada permukaannya kurang bagus. Proses panas kurang bisa menghasilkan produk dengan toleransi dimensi yang cukup ketat.
Contoh proses yang cukup terkenal adalah rolling dan forging.

Pengerjaan Dingin Logam
Pengerjaan dingin logam dilakukan saat T proses/T cair < 0,3. Artinya suhu proses berada di bawah suhu rekristalisasi. Proses ini biasanya dilakukan setelah proses panas dengan tujuan memperbaiki cacat permukaan, memperbaiki sifat, dan memperoleh dimensi produk yang sesuai.
Proses pengerjaan dingin akan berakibat :
  1. Timbulnya tegangan dalam logam (Perlu proses Annealing)
  2. Struktur butir mengalami perpecahan
  3. Diperolehnya dimensi ukuran yang ketat
  4. Kekerasan dan kekuatan meningkat
  5. Penyelesaian permukaan cukup baik
Pengerjaan dingin logam meliputi proses : Penarikan (Drawing), Pemampatan (Squeezing), Tekuk (Bending), dan Geser (Shearing).




Sumber:
https://geowana.wordpress.com/2008/11/16/perjalanan-panjang-sang-baja/ 
diakses tanggal 27 November 2016 

Kerusakan yang Terjadi pada Beton

Kerusakan yang terjadi umumnya dapat dikelompokkan dalam tiga katagori yaitu:

Retak (cracks) adalah pecah pada beton dalam garis-garis yang relatif panjang dan sempit, retak ini dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab: diantaranya : evaporasi air dalam campuran beton terjadi dengan cepat akibat cuaca yang panas, kering atau berangin. Retak akibat keadaan ini disebut plastic cracking, Bleeding yang berlebihan pada beton, biasanya akibat proses curing yang tidak sempurna. Retakan bersifat dangkal dan saling berhubungan pada seluruh permukaan pada plat, retak jenis ini disebut crazing. Pergerakan struktur, sambungan yang tidak baik pada pertemuan kolom dengan balok atau plat, atau tanah yang tidak stabil. Retakan bersifat dalam atau lebar, retak jenis ini disebut random cracks Reaksi antara alkali dan agregat, retakan yang terbentuk sekitar 10 tahun atau lebih setelah pengecoran dan selanjutnya menjadi lebih dalam dan lebar, retakan saling berhubungan satu sama lain

Voids adalah lubang-lubang yang relatif dalam dan lebar pada beton. Void pada beton dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab: diantaranya :Pemadatan yang dilakukan dengan vibrator kurang baik, karena jarak antar bekisting dengan tulangan atau jarak antar tulangan terlalu sempit sehingga bagian mortar tidak dapat mengisi rongga antara agregat kasar dengan baik. Void yang terjadi berupa lubang-lubang tidak teratur yang disebut honey combing. Bocor pada bekisting yang menyebabkan air atau pasta semen keluar, akan lebih parah jika campuran banyak mengandung air, atau banyak pasta semen atau gradasi agregat yang kurang baik. Keadaan ini disebut sand streaking

Scalling/spalling/erosion adalah kelupasan dangkal pada permukaan, yang dapat ditimbulkan oleh beberapa sebab, diantaranya: Eksposisi yang berulang-ulang terhadap pembekuan dan pencairan sehingga permukaan terkelupas, keadaan ini disebut scalling Melekatnya material pada permukaan bekisting sehingga permukaan beton terlepas dalam kepingan atau bongkah kecil, keadaan ini disebut spalling Terlepasnya partikel-partikel sehalus debu yang dapat terdiri dari semen yang sangat halus atau agregat yang sangat halus, terlepas akibat abrasi misalnya saat lantai disapu, hal semacam ini disebut dusting. Terdapatnya material organic dalam campuran, kontaminasi yang reaktf atau korosi pada tulangan dapat menimbulkan rongga pada beton yang disebut sebagai popouts, juga dapat disebabkan ekspansi agregat yang pourous segera setelah pengecoran sampai setahun lebih tergantung permeabilitas beton dan ketidakstabilan volume agregat yang digunakan. Disintegrasi beton pada titik-titik dimana terdapat aliran air turbulen akibat pecahnya gelembung-gelembung pada air, erosi seperti ini sering disebut water cavitation. Erosi oleh air dimana abrasi oleh benda-benda padat yang tersuspensi dalam air terhadap permukaan beton mengakibatkan disintegrasi beton sepanjang alur aliran air.



Jenis kerusakan lain yang biasanya terjadi pada komponen struktur penunjang bangunan sipil adalah lekatan baja beton; kekuatan lekatan dipengaruhi kekasaran permukan baja, kualitas beton disekitar tulangan. Kegagalan lekatan berakibat menurunnya daya dukung komponen struktur terhadap beban yang bekerja, meningkatnya deformasi, bahkan runtuhnya struktur. Kegagalan lekatan bisa diakibatkan korosi pada tulangan, kebakaran, tipisnya selimut beton, jarak tulangan yang rapat serta diameter tulangan yang besar dan gaya siklis akibat gempa. Korosi pada baja tulangan biasanya dikenali dengan bercak karat pada permukaan beton, korosi mudah terjadi pada lingkungan asam namun bila terdapat ion chlorida, proses karat dapat terjadi pada lingkungan basa. Kebakaran, pengaruhnya tergantung lama terjadinya serta tingginya temperatur. Pengaruh kebakaran terhadap kekuatan komponen beton yaitu menurunnya kuat tekan, modulus elastisitas, kuat lekat baja serta ekspansi longitudinal dan radial. Sedangkan akibat gempa, saat terjadi gempa bukan saja diuji secara siklis namun beban yang bekerja pada komponen struktur telah mendekati batas kemampuan komponen dalam memikul beban yang bekerja. Kerusakan lain diakibatkan serangan kimia : penggunaan fly ash pada campuran beton berpotensi serangan kimia terutama lingkungan bersulfat, selain itu tegangan internal yang disebabkan oleh mengembangnya unsur akibat bereaksinya unsur tertentu pada beton, Ca (OH)2, dengan unsur kimia penyerang. Air laut mengandung sulfat yang secara kimiawi dapat menyerang beton, selain itu dapat juga berasal dari nsur asam SO2 dan CO2 yang bersifat melarutkan unsur semen pada beton. Kerusakan lain diakibatkan penurunan pondasi, sering dijumpai daya dukung tanah baik namun disertai konsolidasi besar. Dilain pihak ada daya dukung tanah tidak seragam di sebagian lokasi bangunan, menjadikan perbedaan penurunan pondasi, komponen yang sering rusak akibat penurunan pondasi adalah dinding pengisi. Sedangkan perkuatan merupakan upaya meningkatkan elemen struktur yang telah ada atau menambah elemen struktur baru yang tidak tersedia atau dianggap tidak perlu saat struktur dibangun. Perkuatan struktur biasanya dilakukan sebagai upaya pencegahan sebelum struktur mengalami kerusakan.


Sumber:
Mangkoesoebroto P Sindur :”Jenis-jenis Kerusakan pada Struktur Beton Bertulang”, Laboratorium Mekanika Struktur PAU Ilmu Rekayasa, Institut Teknologi Bandung 1998.

Sabtu, 26 November 2016

Proses Curing pada Beton






Curing secara umum dipahami sebagai perawatan beton, yang bertujuan untuk menjaga supaya beton tidak terlalu cepat kehilangan air, atau sebagai tindakan menjaga kelembaban dan suhu beton, segera setelah proses finishing beton selesai dan waktu total setting tercapai.

Tujuan pelaksanaan curing/perawatan beton adalah :

memastikan reaksi hidrasi senyawa semen termasuk bahan tambahan atau pengganti supaya dapat berlangsung secara optimal sehingga mutu beton yang diharapkan dapat tercapai, dan menjaga supaya tidak terjadi susut yang berlebihan pada beton akibat kehilangan kelembaban yang terlalu cepat atau tidak seragam, sehingga dapat menyebabkan retak.
Pelaksanaan curing/perawatan beton dilakukan segera setelah beton mengalami atau memasuki fase hardening (untuk permukaan beton yang terbuka) atau setelah pembukaan cetakan/acuan/bekisting, selama durasi tertentu yang dimaksudkan untuk memastikan terjaganya kondisi yang diperlukan untuk proses reaksi senyawa kimia yang terkandung dalam campuran beton

Waktu dan Durasi Pelaksanaan Curing
Metoda dan lama pelaksanaan curing tergantung dari :
  • jenis atau tipe semen dan beton yang digunakan, termasuk bahan tambahan atau pengganti yang dipakai
  • jenis/tipe dan luasan elemen struktur yang dilaksanakan
  • kondisi cuaca, suhu dan kelembaban di area atau lokasi pekerjaan
  • penetapan nilai dan waktu yang digunakan untuk kuat tekan karakteristik beton (28 hari atau selain 28 hari, tergantung dari spesifikasi yang ditentukan oleh Konsultan Perencana/Desain)


Kualitas dan durasi/lama pelaksanaan curing/perawatan beton berpengaruh pada :
  •         mutu/kekuatan beton (strength)
  •         keawetan struktur beton (durability)
  •         kekedapan air beton (water-tightness)
  •         ketahanan permukaan beton, misal terhadap keausan (wear resistance)
  •         kestabilan volume, yang berhubungan dengan susut atau pengembangan (volume stability : shrinkage and expansion)


Beberapa peraturan menetapkan acuan pelaksanaan curing/perawatan beton, yang sama-sama bertujuan untuk menjaga dan menjamin mutu pelaksanaan pembetonan.

SNI 03-2847-2002 mensyaratkan curing selama :
  •         7 (tujuh) hari untuk beton normal
  •         3 (tiga) hari untuk beton dengan kuat tekan awal tinggi


 ACI 318 mensyaratkan curing dilakukan :
  •         sampai tercapai min 70% kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’)


 ASTM C-150 mensyaratkan :
  •         semen tipe I,  waktu minimum curing 7 hari
  •         semen tipe II, waktu minimum curing 10 hari
  •         semen tipe III, waktu minimum curing 3 hari
  •         semen tipe IV atau V minimum curing 14 hari

                                                   


Dari ketiga peraturan di atas, direkomendasikan untuk mengikuti aturan yang paling umum dan dapat digunakan untuk berbagai kondisi dan jenis beton yang diaplikasikan, yaitu :
  • memastikan proses curing dilakukan sampai tercapainya minimal 70% kuat tekan beton yang disyaratkan oleh Konsultan Perencana/Desain (= fc' atau kuat tekan karakteristik yang harus dicapai)


Metoda Perawatan Beton
Beberapa metoda yang mudah digunakan untuk curing/perawatan beton di lapangan, antara lain :
  • membasahi permukaan beton secara berkala dengan air supaya selalu lembab selama perawatan (bisa dengan sistem sprinkler supaya praktis)
  • merendam beton dengan air (dengan penggenangan permukaan beton)
  • membungkus beton dengan bahan yang dapat menahan penguapan air (misal plastik, dsb)
  • menutup permukaan beton dengan bahan yang dapat mengurangi penguapan air dan dibasahi secara berkala (misal dengan plastik berpori atau non woven geotekstile dan disiram secara berkala selama perawatan)
  • menggunakan material khusus untuk perawatan beton (curing compound)




Beberapa metoda lain seperti perawatan dengan uap air panas, selimut (heating blanket) digunakan di daerah dingin atau yang mengalami musim dingin.




Sumber:
http://lauwtjunnji.weebly.com/curing-beton.html diakses tanggal 27 November 2016